Islamisasi Ilmu Pengetahuan

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

            Islamisasi merupakan salah satu kata yang sudah tidak asing lagi didengar. Islamisasi dapat diartikan sebagai proses pengislaman. Proses pengislaman ini tidak hanya diberlakukan terhadap manusia, tetapi juga diberlakukan terhadap hal-hal yang menyangkut hajat orang banyak. Salah satu hal yang menyangkut hajat orang banyak adalah ilmu pengetahuan.

            Ilmu pengetahuan dapat menjadi salah satu media dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Tapi apakah semua ilmu pengetahuan yang dipelajari umat manusia sesuai dengan ajaran islam? Dalam makalah ini akan dibahas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan.

            Dengan adanya Islamisasi Ilmu Pengetahuan akan mampu menghilangkan keraguan dalam menekuni suatu ilmu.

 

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

2. Apa tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

3. Bagaimana pemikiran para tokoh tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

4. Apa langkah-langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan menurut al-Faruqi?

 

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan makna Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

2. Mengetahui tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

3. Mengetahui pemikiran-pemikiran tokoh tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

4. Mengetahui langkah-langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan menurut al-Faruqi.   

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Dalam bahasa arab, istilah islamisasi ilmu dikenal dengan “Islamiyyat al-ma’rifat” dan dalam bahasa inggris disebut dengan “Islamization of  Knowledge”. Islamisasi ilmu merupakan istilah yang mendiskripsikan berbagai usaha dan pendekatan untuk mensitesakan antar etika islam dengan berbagai bidang pemikiran modern. Produk akhirnya akan menjadi ijma’ (kesepakatan) baru bagi umat islam dalam bidang keilmuan yang sesuai dan metode ilmiah tidak bertentangan dengan norma-norma islam.

Menurut Mulyadhi Kartanegara, Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan naturalisasi sains (ilmu pengetahauan) untuk meminimalisasikan dampak negatif sains sekuler terhadap sistem kepercayaan agama dan dengan begitu agama menjadi terlindungi.

 

2.2  Tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan

            Dengan adanya islamisasi ilmu pengetahuan diharapkan nantinya akan dihasilkan sebuah sains Islam yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits, di mana sains Islam tersebut berbeda dengan sains Barat yang telah berkembang saat ini. Adapun perbandingan antara sains Barat dan sains Islam, yaitu (Butt, 1991: 73-76):

No

Sains Barat

Sains Islam

1.

Percaya pada rasionalitas

Percaya pada wahyu

2.

Sains untuk sains

Sains adalah sarana untuk mendapatkan keridhoan Allah

3.

Satau-satunya metode atau cara untuk mengetahui realitas

Banyak metode berlandaskan akal dan wahyu baik secara objektif dan subjektif

4.

Netralitas emosional sebagai prasyarat kunci menggapai rasionalitas

Komitmen emosional sangat penting untuk mengangkat usaha-usaha sains spiritual maupun sosial

5.

Tidak memihak, ilmuwan hanya peduli pada produl pengetahuan baru dan akibat-akibat penggunaannya

Pemihakan pada kebenaran, ilmuan harus peduli terhadap hasil-hasil dan akibat-akibat penemuannya secara moral sebagai bentuk ibadah

6.

Tidak adanya bias, validitas suatu sains hanya tergantung pada bukti penerapannya (objektif) bukan ilmuwan yang menjalankannya (subjektif)

Adanya subjektivitas, validitas sains tergantung pada bukti penerapan juga pada tujuan dan pandangan ilmuwan  yang menjalankannya

7.

Penggantungan pendapat, sains hanya dibuat atas dasar bukti yang meyakinkan

Menguji pendapat, sains dibuat atas dasar bukti yang tidak meyakinkan

8.

Reduksionisme, cara yang dominan untuk mencapai kemajuan sains

Sintesis, cara yang dominan untuk meningkatkan kemajuan sains

9.

Fragmentasi, pembagian sains ke dalam disiplin dan subdisiplin-subdisiplin

Holistik, pembagian sains ke dalam lapisan yang lebih kecil yaitu pemahaman interdisipliner dan holistik

10.

Universalisme, walaupun universal namun buah sains hanya bagi mereka yang mampu membelinya

Universalisme, buah sains bagi seluruh umat manusia dan tidak diperjualbelikan

11.

Induvidualisme, ilmuwan harus menjaga jarak dengan permasalahan sosial, politik dan ideologis

Orientasi masyarakat, ilmuwan memiliki hak dan kewajiban adanya interdependensi dengan masyarakat

12.

Netralitas, sains adalah netral

Orientai nilai, sains adalah sarat nilai berupa baik atau buruk juga halal atau haram

13.

Loyalitas kelompok, hasil pengetahuan baru adalah aktifitas terpenting dan perlu dijunjung tinggi

Loyalitas pada Tuhan dan makhluk-Nya, hasil pengetahuan baru adalah cara memahami ayat-ayat Tuhan dan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas ciptaan-Nya

14.

Kebebasan absolute, tidak ada pengekangan atau penguasaan penelitian sains

Manajemen sains adalah sumber yang tidak terhingga nilainya, sains dikelola dan direncanakan dengan baik dan harus dipaksa oleh nilai etika dan moral

15.

Tujuan membenarkan sarana, setiap sarana dibenarkan demi penelitian sains

Tujuan tidak membenarkan sarana, tujuan sarana diperbolehkan dalam batas-batas etika dan moralitas

 

2.3 Pemikiran Tokoh-tokoh tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan

2.3.1 Sayyed Hossein Nasr

Ide islamisasi sains pertama kali yang dicutuskan oleh Nasr dalam bukunya The Encounter of  Man and Nature tahun 1968. Sains Islami menurut Nasr tidak akan dapat diperoleh kecuali dari intelek yang bersifat Ilahiyah dan bukan akal manusia. Kedudukan intelek adalah di hati, bukan di kepala, karena akal tidak lebih dari pantulan ruhaniyah. Selama hierarki pengetahuan tetap dipertahankan dan tidak terganggu dalam Islam dan scientia terus dibina dalam haribaan sapienta, beberapa pembatasan di bidang fisik dapat diterima guna mempertahankan kebebasan pengembangan dan keinsafan di bidang ruhani. Ilmu pengetahuan harus menjadi alat untuk mengakses yang sakral dan ilmu pengetahuan sakral (scientiasacra) tetap sebagai jalan kesatuan utama dengan realitas, dimana kebenaran dan kebahagiaan disatukan (Zainal: 2007).

Untuk mewujudkan sains Islami, Nasr menggunakan perbandingan dengan apa yang telah diraih Islam pada zaman keemasannya (zaman pertengahan). Menurutnya, pada saat itu dengan teologi yang mendominasi sains, sains telah memperoleh kecerahan dan dapat menyelamatkan umat dari sifat destruktif sains.

Metode yang digunakan oleh Nasr belumlah sempurna, terdapat masalah-masalah yang timbul karena ide yang digunakannya. Salah satunya yaitu apakah suatu sistem modern dapat diajarkan tanpa kerangka sains modern? (Zainal: 2007).

2.3.2        Maurice Bucaille

Bucaille merupakan seorang dokter ahli bedah bangsa prancis yang beralih menjadi spiritualis. Ia menjadi orang terkenal di dunia Islam dengan diterbitkannya buku La Bible La Coran at La Science (The Bible, The Qur’an and science/Bibel, Qur’an dan Sains Modern) (Zainal: 2007).

Bucaille mengawali pembahasan dari bukunya tersebut dengan menelaah keoentikan teks suci al-Qur’an. Kemudian dia mengkonfrontasikannya dengan Bibel, dan dia mengambil suatu kesimpulan akhir bahwa al-Qur’an dalam hal keotentikan teksnya lebih mutawatir dibandingkan dengan Bibel. Sedangkan dalam kaitannya dengan perkembangan sains di dunia kontemporer, metode yang digunakannya cukup sederhana. Dengan merujuk beberapa ayat al-Qur’an dan juga Bibel, dia mengaitkannya dengan sains modern, dengan faktailmiah yang telah ditemukan. Dalam komparasi ini, kemudian dia juga mengambil suatu kesimpulan bahwa al-Qur’an memiliki kesesuaian dengan fakta ilmiah sains modern, sementara Bibel banyak kelemahan (Zainal: 2007).

Metode yang digunakan oleh Bucaille mendapat kritikan dari Ali Syari’ati dan juga Pervez Hoodbhoy. Akhirnya pada tahun 1994 mengeluarkan beberapa uraian klarifikasi mengenai metode yang selama ini ia gunakan dalam International Seminar on Miracle of Al-Qur’an and As-Sunnah di Bandung, indonesia (Zainal: 2007).

2.3.3        Ismail Raji’ Al-Faruqi

Karya dari al-Faruqi tentang ide Islamisasi sains adalah “Islamization of knowledge: General Principles and Work Plan”. Ide al-Faruqi ini  sebagaimana juga banyak menjadi landasan awal ide Islamisasi sains Nasr dan Bucaille, yaitu berawal dari keprihatinannya yang mencermati bahwa dalam jajaran peradaban dunia dewasa ini umat Islam hampir di semua segi baik politik, ekonomi, budaya maupun pendidikan berada pada posisi bangsa yang paling rendah. Al-Faruqi menyebut hal ini sebagai malaise yang dihadapi umat (Zainal: 2007).

Ilmu pengetahuan menurut tradisi Islam tidak menerangkan dan memahami realitas sebagai entitas yang terpisah dan independen dari realitas absolut (Allah), tetapi melihatnya sebagai bagian integral dari eksistensi Allah. Oleh karena itu, Islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Faruqi harus diarahkan pada suatu kondisi analisis dan sintesis tentang hubungan realitas yang sedang dipelajari dengan hukum (pola) hukum Tuhan. Rencana kerja Islamisasi sains al-Faruqi memiliki tujuan untuk: (Zainal: 2007)

  1. Menguasai disiplin modern;
  2. Menguasai warisan Islam;
  3. Menetapkan relevansi khusus pada setiap bidang ilmu pengetahuan modern;
  4. Mencari jalan untuk sintesis khusus kreatif antara warisan (Islam) dan ilmu pengetahuan modern;
  5. Meluncurkan pemikiran Islam pada jalan yang mengarah pada kepatuhan pada hukum Tuhan.

Zianuddin Sardar mengkritik tajam metode yang diguanakan oleh al-Faruqi. Salah satu program dari al-Faruqi adalah menentukan relevansi Islam pada setiap bidang ilmu pengetahuan modern, tampak seakan-akan dia mengerjakan suatu yang terbalik. Jadi bukan Islam yang dibuat relevans dengan ilmu pengetahuan modern, tetapi ilmu pengetahuan modernlah yang seharusnya dibuat relevansi Islam (Zainal: 2007). 

2.3.4        Syed Muhammad Naquib Al-Attas

Al-Attas mengatakan Islamisasi adalah jalan utama pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis nasional kultural dan sesudah itu dari pengendalian sekular terhadap nalar dan bahasanya yang selama ini diderita umat Islam. Dengan demikian sifat Islamisasi adalah suatu proses pembebasan. Langkah yang paling efektif dalam program Islamisasi sains dan disiplin pengetahuan adalah melalui Islamisasi bahasa. Islamisasi bahasa menurut al-Attas sesungguhnya telah ditunjukkan oleh al-Qur’an sendiri dalam surat al-Alaq(96): 1-5. Kosakata dasar Islam inilah yang memproyeksikan pandangan dunia khas Islami dalam pikiran kaum muslim (Zainal: 2007).

Selain itu, islamisasi ilmu pengetahuan merupakan suatu upaya untuk mengeliminir unsur-unsur serta konsep-konsep pokok yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, khususnya ilmu-ilmu kemanusiaan (www.ensiklopedia.com).

Terdapat kelemahan dari ide al-Attas diantaranya yaitu walaupun diakui bahwa bahasa berpengaruh pada pandangan dunia, maka yang akan terjadi adalah adanya suatu apologi suatu kaum terhadap penguasaan disiplin ilmu tanpa adanya bukti kemampuan terhadap disiplin ilmu yang telah dibahasakan; pandangan dunia Islam terhadap suatu disiplin dengan bahasa yang digunakan senantiasa didasarkan pada sebuah teori yang telah diketemukan seseorang (Zainal:2007).

Tanpa adanya kemampuan untuk menemukan teori yang relevans dengan kemajuan ilmiah, bahasa yang digunakan untuk membungkus sebuah teori yang telah ada tidak akan berhasil mengubah pandangan dunia.     

2.3.5        Ziauddin Sardar

Sardar mengidentifikasikan cara perumusan epistemologi Islam, yaitu:

  1. Merumuskan paradigma ilmu pengetahuan, yaitu dengan menitik beratkan pada konsep, prinsip dan nilai Islam penting yang berhubungan dengan pengkajian khusus;
  2. Merumuskan paradigma tingkah laku, dengan jalan menentukan batasan etik dimana para ilmuwan muslim bisa bekerja secara bebas.

Sardar menegaskan pada prinsipnya sains dan teknologi senantiasa berkaitan dengan 10 nilai dasar Islam, yaitu: tauhid, khalifah, ibadah, ilmu, halal, haram, ‘adl, dhalim, dan dhliy’(pemborosan) (Zainal:2007).

2.3.6        Pervez Hoodbhoy

Pervez memiliki pandangan yang yang berbeda tentang konsep Islamisasi sains. Ia menentang konsep sains Islam yang telah dimunculkan oleh para pendahulunya. Alasannya, karena sains Islam itu tidak ada dan setiap usaha untuk mencipatakan sains Islam telah gagal, selain itu Pervez  juga berpendapat bahwa program Islamisasi sains selama ini tidak mengarah pada pembuatan mesin atau instrumen sains, sintesis senyawa kimia atau obat-obatan yang baru, rencana percobaan baru, atau penemuan hal-hal baru yang belum dapat diuji. Malah sebaliknya para pelaku dan pembela sains Islam telah mengarahkan penelitian pada masalah yang terletak di luar wilayah sains yang umum. Misalnya masalah yang tidak dapat dibuktikan seperti “kecepatan surga”, “temperatur neraka ”, “komposisi kimia jin” dancontoh-contoh yang lain (Zainal:2007).

 

2.4 Langkah-langkah untuk Mencapai Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan

  1. Penguasaan Disiplin Ilmu Modern

Disiplin-disiolin ilmu di Barat diuraikan menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-tema. Penguraian tersebut harus mencerminkan ‘daftar isi’ sebuah buku. Dan hasil uraian tersebut harus berbentuk kalimat-kalimat yang memperjelas istilah-istilah teknis, menerangkan kategori, prinsip, problema, dan tema pokok disiplin ilmu Barat.

  1. Survey Disiplin Ilmu

Setiap disiplin ilmu harus disurvei dan esei-esei harus ditulis dalam bentuk bagan mengenai asal-usul dan perkembangannya beserta pertumbuhan metodologinya, perluasan cakrawala wawasannya, dan tak lupa sumbangan-sumbangan pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utamanya.

  1. Penguasaan Khasanah Islam

Sebelum menyelami seluk-beluk relevansi islam bagi suatu disiplin ilmu modern, perlu ditemukan sampai berapa jauh khasanah ilmiah islam menyentuh dan membahas obyek disiplin ilmu tersebut.

  1. Penguasaan Khasanah Ilmiah Islam

Untuk dapat mendekatkan karya-karya hasil khasanah ilmiah islam dengan para ilmuwan muslim yang terdidik dalam cara Barat, kita perlu melakukan sesuatu yang lebih besar daripada sekedar menyajikan berhalaman-halaman bahan dalam bentuk antologi.

  1. Penentuan Relevansi Islam yang Khas terhadap Disiplin-disiplin Ilmu

Relevansi-relevansi khasanah islam yang spesifik pada masing-masing ilmu harus diturunkan secara logis.

  1. Penilaian Kritis terhadap Disiplin Ilmu Modern

Ini adalah langkah utama dalam proses islamisasi ilmu pengetahuan. Permasalahan pokok dan tema-tema abadi masing-masing disiplin harus dianalisa dan diuji akan reduksionisme, kesesuaian, kemasukakalan dan ketepatan asasnya dengan konsep panca kesatuan yang diajarkan islam.

  1. Penilaian Kritis terhadap Khasanah Islam

Khasanah islam adalah Qur’an suci, firman-firman Allah, dan sunnah Rasul SAW. Tugas untuk menilai khasanah islam pada suatu bidang kegiatan manusia harus ditangani oleh para ahli di bidang tersebut.

  1. Survey Permasalahan yang dihadapi Umat Islam

Kearifan yang dikandung setiap disiplin ilmu harus dihadapkan dan dimanfaatkan untuk menanggulangi permasalahan umat islam agar kaum muslimin dapat memahaminya dengan benar, menilai dengan tepat pengaruhnya pada kehidupan umat serta memetakan dengan teliti semua pengaruh yang diberikannya pada tujuan global islam.

  1. Survey Permasalahan yang dihadapi Umat Manusia

Sebenarnya, amanah Allah SWT meliputi seluruh jagad raya, dan sebagai konsekuensinya tanggung jawab terhadap manusia juga tercakupdi dalamnya. Umat islam memiliki wawasan yang diperlukan untuk kemajuan manusia untuk membuat sejarah berjalan kea rah apa yang dikehendaki Allah SWT.

  1. Analisa Kreatif dan Sintesa

Sintesa kreatif harus dicetuskan diantara ilmu-ilmu islam tradisional dan disiplin-disiplin ilmu modern untuk dapat mendobrak kemandegan selama beberapa abad terakhir ini.

  1. Penuangan kembali Disiplin Ilmu Modern ke dalam Kerangka Islam

Pada dasarnya, para pemikir islam tidak akan tiba pada suatu penyelesaian yang sama, atau memilih pilihan yang sama dalam hal penentuan relevansi islam  terhadap eksistensi umat islam di masa kini dan di masa mendatang.

  1. Penyebarluasan Ilmu-ilmu yang telah diislamkan

Adalah suatu kesia-siaan apabila hasil karya para ilmuwan muslim hanya disimpan sebagai koleksi pribadi mereka masing-masing. Karya apa saja yang dibuat berdasar Lillahi Ta’ala adalah menjadi milik seluruh umat islam. Pemanfaatan karya-karya tersebut tidak mendapat berkah Allah kecuali jika dilaksanakan untuk sebanyak mungkin makhluk-Nya.

BAB III

PENUTUP

 

3.1        Kesimpulan

Dari hasil makalah ini, kami dapat menyimpulkan beberapa hal dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara lain:

  1. Kata “islamisasi” dinisbatkan kepada agama islam yaitu agama yang telah diletakkan manhajnya oleh Allah melalui wahyu. Ilmu ialah persepsi, konsep, bentuk sesuatu perkara atau benda. Islamisasi ilmu berarti hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan yaitu hubungan antara “Kitab Wahyu” al-Qur’an dan al-Sunnah dengan “Kitab Wujud” dan ilmu kemanusiaan.
  2. Tujuan dari Islamisasi Ilmu pengetahuan adalah untuk mengahsilkan sebuah sains (Ilmu pengetahuan) Islam yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits.
  3. Pemikiran-pemikiran tokoh tentang Islamisasi pengetahuan
  4. Untuk mencapai proses Islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Faruqi ada 12 langkah yang harus dijalani.

 

3.2        Saran

Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan sehingga tidak sesuai dengan keinginan pembaca, untuk itu saran sangat kami harapkan agar penulisan makalah selanjutnya kekurangan-kekurangan tersebut dapat penulis perbaiki.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Butt, Nasim. 1996. Sains dan Masyarakat Islam. Badung: Pustaka Hidayah

Habib, Zainal. 2007. Islamisasi Sains. Malang: UIN Malang Press

Kamil, Sukron. 2003. Sains dalam Islam Konseptual dan Islam aktual. Jakarta: PBB UIN

Suef, Mohammad. Islamisasi Ilmu: Sejarah, Dasar, Pola dan Strategi. Diakses tanggal 18 April 2010 jam: 10.26 am

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar